BAHAYA!! Kaldera Toba Dapat Kartu Kuning dari UNESCO: Alarm Serius untuk Pengelolaan Geopark 1. Pendahuluan: Di Ambang

 



Kaldera Toba, yang membentang megah di jantung Sumatra Utara, bukan sekadar danau vulkanik terbesar di dunia. Ia adalah warisan geologi, budaya, dan ekologis yang telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) sejak 2020. Namun, pada September 2023, UNESCO memberikan sinyal peringatan berupa "kartu kuning" bagi Kaldera Toba. Ini bukan peringatan sembarangan—ini sinyal serius bahwa kawasan ini bisa kehilangan status prestisius jika tidak segera melakukan perbaikan hingga Juli 2025.


2. Apa Itu Geopark Kaldera Toba?

Geopark Kaldera Toba mencakup wilayah tujuh kabupaten: Samosir, Toba, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, Simalungun, dan Pakpak Bharat. Kawasan ini menyimpan sejarah letusan supervolcano ratusan ribu tahun silam yang membentuk danau seluas lebih dari 1.100 km persegi. Geopark ini mengintegrasikan tiga pilar utama: konservasi warisan geologi, edukasi masyarakat, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan berbasis geowisata.

Kawasan Kaldera Toba memiliki lebih dari 30 geosite, termasuk Bukit Holbung, Pusuk Buhit, Sipinsur, hingga air terjun Efrata. Tiap lokasi mengandung nilai geologi dan budaya tinggi yang bisa mendidik dan menginspirasi generasi baru.


3. Apa Itu UNESCO Global Geopark?

UNESCO Global Geopark adalah bentuk pengakuan terhadap kawasan yang memiliki nilai geologi luar biasa dan dikelola dengan pendekatan konservasi, edukasi, serta pembangunan berkelanjutan. Status ini tidak bersifat permanen, melainkan ditinjau ulang setiap empat tahun melalui evaluasi komprehensif oleh tim pakar internasional. Evaluasi ini menentukan apakah geopark:

  • Layak mempertahankan status (kartu hijau)
  • Butuh perbaikan (kartu kuning)
  • Kehilangan status (kartu merah)

4. Mengapa Kaldera Toba Dikenai Kartu Kuning?

Berdasarkan hasil evaluasi UNESCO yang dilakukan pada 2023, Kaldera Toba gagal memenuhi sejumlah indikator penting. Beberapa catatan utama meliputi:

  1. Pengelolaan Terfragmentasi: Koordinasi antar-pemerintah daerah masih berjalan sendiri-sendiri. Belum ada badan pengelola terpadu yang efektif.
  2. Minimnya Partisipasi Masyarakat: Keterlibatan warga lokal sebagai pelaku utama dalam promosi dan pelestarian masih minim.
  3. Fasilitas Edukasi Lemah: Sebagian besar geosite tidak memiliki papan informasi geologi, pusat interpretasi, atau narasi edukatif yang memadai.
  4. Keterlibatan Institusi Pendidikan Kurang: Universitas dan sekolah belum maksimal dilibatkan dalam penelitian, kurikulum, dan edukasi geopark.
  5. Minim Kontribusi di Forum Global: Kaldera Toba tidak aktif berjejaring di UNESCO Global Geopark Network, baik dalam konferensi, publikasi, maupun kerja sama.

5. Data dan Statistik Pendukung

Berdasarkan data Kemenparekraf dan Badan Pengelola Toba Caldera UGGp:

  • Kunjungan Wisatawan (2022): 450.000 orang
  • Peningkatan sejak 2020 (status UNESCO): naik 31%
  • Kontribusi terhadap UMKM lokal: Rp130 miliar (perkiraan)
  • Jumlah pelaku usaha wisata berbasis komunitas: ±4.000 pelaku

Namun, data ini tidak dibarengi dengan pertumbuhan kualitas pengelolaan yang memadai, termasuk pelatihan pemandu, pengelolaan sampah, dan infrastruktur geowisata.


6. Respon Pemerintah Indonesia

Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hariyanto, menyatakan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Langkah-langkah strategis sedang dan akan dijalankan:

  • Penyusunan Rencana Penataan Kawasan oleh Badan Pengelola Toba Caldera UGGp bersama dinas kabupaten.
  • Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp56,6 miliar pada 2024 untuk pembangunan toilet wisata, papan interpretasi, dan jalan akses.
  • Pelatihan SDM Lokal: Program pelatihan bagi 1.000 pemandu wisata lokal dalam dua tahun ke depan.
  • Kampanye Nasional Geopark: Peluncuran konten digital edukatif oleh Kemenparekraf bersama komunitas kreatif lokal.

7. Suara dari Daerah dan Komunitas

  • Bupati Samosir, Vandiko Gultom: "Kami berkomitmen memperbaiki geosite dan meningkatkan kolaborasi antardaerah. Tapi kami juga perlu pendanaan dan regulasi terpadu dari pusat."
  • Pengelola Homestay di Tuktuk: "Tamu-tamu asing tanya soal geosite, tapi kami nggak tahu mau kasih penjelasan apa. Harus ada pelatihan serius."
  • Mahasiswa Universitas Sumatera Utara: "Sayang sekali kalau geopark ini hanya jadi label tanpa isi. Kami siap terlibat kalau kampus diajak kerja bareng."




8. Tantangan Utama di Lapangan

  • Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah: Samosir berkembang cepat, sementara Pakpak Bharat dan Dairi tertinggal.
  • Overtourism vs. Konservasi: Beberapa spot seperti Bukit Holbung mengalami erosi dan penumpukan sampah karena pengunjung tak terkendali.
  • Kekosongan Narasi Geologi: Wisatawan lokal dan internasional tak mendapatkan edukasi bermakna soal keajaiban geologis Toba.
  • Kurangnya Pendekatan Berbasis Komunitas: Banyak pelaku lokal hanya jadi penonton, bukan pemain utama.

9. Pembanding dari Geopark Lain

  • Geopark Batur (Bali): Menerapkan digital signage, pelibatan UMKM, kurikulum geopark di sekolah.
  • Geopark Rinjani (NTB): Aktif dalam program penelitian dan promosi global melalui dokumenter dan jurnal ilmiah.

Geopark Toba punya potensi lebih besar dari sisi skala dan kekayaan alam, tapi kalah dalam hal manajemen terpadu dan pelibatan masyarakat.


10. Potensi Kehilangan Status: Apa Konsekuensinya?

Jika Kaldera Toba mendapat kartu merah pada 2025, konsekuensinya serius:

  • Hilangnya Branding Internasional yang berdampak pada minat investor dan wisatawan global.
  • Terputusnya Akses pada Dana, Pelatihan, dan Kolaborasi UNESCO.
  • Kehilangan Momentum Pengembangan Berkelanjutan karena label UNESCO menjadi daya tarik program nasional dan donor.

11. Rekomendasi dan Solusi Jangka Pendek & Panjang

Jangka Pendek (2024–2025):

  • Membentuk Tim Koordinasi Lintas Kabupaten dengan mandat kuat.
  • Melengkapi semua geosite dengan papan informasi, QR code narasi, dan fasilitas pendukung.
  • Menyelenggarakan festival geopark tahunan berbasis kearifan lokal.

Jangka Panjang (2025 ke atas):

  • Integrasi geopark dalam kurikulum sekolah dan kampus.
  • Pemberdayaan pelaku ekonomi kreatif berbasis geowisata.
  • Sertifikasi dan pembinaan komunitas pemandu wisata.
  • Digitalisasi promosi geopark (AR, aplikasi, YouTube edukatif).

12. Penutup: Menjaga Warisan Dunia

Kaldera Toba bukan sekadar danau atau objek wisata. Ia adalah kisah bumi, bencana purba, dan peradaban yang bangkit dari letusan. Status UNESCO bukan sekadar kebanggaan, tetapi tanggung jawab global. Juli 2025 tinggal menghitung bulan.

Jika kita gagal, dunia akan menyaksikan bagaimana potensi luar biasa bisa tenggelam oleh kelalaian. Jika kita berhasil, Toba akan menjadi contoh sukses bagaimana warisan geologi bisa jadi motor perubahan sosial, budaya, dan ekonomi.

Pilihan ada di tangan kita semua.





Artikel ini disusun berdasarkan informasi resmi dari UNESCO, Kemenparekraf, wawancara media, data BPS, serta narasi warga dan pelaku wisata Kaldera Toba hingga Mei 2025.

 

Peran pemerintah dalam kasus Kaldera Toba yang dikartu kuning oleh UNESCO seharusnya mencakup beberapa langkah strategis dan konkret, antara lain:

1. Pemenuhan Komitmen Rencana Pengelolaan (Management Plan)

UNESCO menilai pengelolaan Kaldera Toba belum sesuai dengan standar warisan dunia. Maka, pemerintah harus:

  • Segera menyusun dan menyempurnakan Integrated Management Plan (IMP) yang diminta UNESCO.
  • Menyertakan partisipasi masyarakat lokal, adat, akademisi, dan sektor swasta dalam penyusunan IMP.
  • Memastikan dokumen tersebut tidak hanya administratif, tapi benar-benar bisa diterapkan di lapangan.

2. Sinkronisasi Kebijakan Antar Lembaga

Ada tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah, serta kementerian seperti Kemenparekraf, KLHK, PUPR, dan Pemda. Pemerintah perlu:

  • Membentuk satuan tugas lintas lembaga untuk fokus mengawal pengelolaan Kaldera Toba.
  • Menerapkan pendekatan satu pintu untuk perizinan dan pelaksanaan pembangunan di kawasan tersebut.

3. Audit dan Evaluasi Proyek-Proyek yang Berpotensi Merusak

Proyek pembangunan seperti hotel, glamping, jalan, dan aktivitas tambang harus diaudit ulang:

  • Hentikan atau relokasi proyek yang terbukti merusak nilai Outstanding Universal Value (OUV).
  • Penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang atau perusakan lingkungan.

4. Peningkatan Kapasitas dan Partisipasi Masyarakat Lokal

  • Edukasi dan pelatihan bagi masyarakat agar mereka paham nilai warisan dunia dan bisa ikut menjaga.
  • Libatkan mereka dalam pengelolaan wisata, konservasi, dan pemanfaatan ekonomi berkelanjutan.

5. Pelaporan Progres ke UNESCO

  • Aktif berkoordinasi dengan UNESCO dan IUCN.
  • Menyampaikan perkembangan secara berkala sebelum batas waktu 1 Februari 2025.

6. Transparansi Informasi dan Kolaborasi Akademis

  • Publikasikan dokumen pengelolaan dan rencana aksi ke publik.
  • Gandeng perguruan tinggi dan peneliti dalam pengawasan kawasan.

Kalau peran ini dijalankan serius dan berkelanjutan, kartu kuning dari UNESCO bisa dicabut, dan Kaldera Toba tetap menyandang status Warisan Dunia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Evaluasi Anggaran Iklan: Pilih Berdasarkan Data atau Karena Kenal?

Masturbasi: Antara Kebutuhan Biologis dan Batasan Kesehatan – Fakta Ilmiah, Studi Kasus, dan Pandangan Ahli

"The Next Prince": Drama BL Thailand yang Mengguncang Dunia Hiburan