#KaburAjaDulu: Ketika Mimpi Diasingkan, dan Tubuh Dijual di Meja Operasi
“Gimana kabarnya?”
“Masih di luar, nyari nasib… kabur aja dulu…”
Begitulah obrolan yang mulai akrab di telinga kita. Bukan karena lucu. Tapi karena pilu. “Kabur aja dulu” bukan lagi sekadar candaan atau sindiran. Ia sudah jadi semacam mantra nasional: mantra pelarian, mantra bertahan hidup, mantra menyelamatkan diri dari tanah sendiri.
Mengapa Mereka Kabur?
Apakah karena negerinya kejam? Apakah karena sistemnya tumpul? Atau sekadar karena “rumput tetangga lebih hijau”? Jawaban paling jujur adalah ini: karena hidup di negeri sendiri terasa seperti dihukum.
Upah minim, lapangan kerja sempit, biaya hidup naik terus, dan akses pendidikan—jika bukan dari kasta elite—menjadi lotre keberuntungan. Lalu masyarakat didorong untuk bersabar, bersyukur, dan disalahkan bila berontak.
Akhirnya, banyak yang memilih untuk kabur. Jadi TKI ilegal, lari dari agensi, bekerja di sektor bawah tanah di negara orang. Tanpa jaminan, tanpa perlindungan, tanpa identitas. Hidup seperti bayangan.
“Dari Imigran Jadi Komoditas”: Ketika Tubuh Dihitung Sebagai Spare Part
Inilah bagian tergelap dari semua ini. Di beberapa negara, organ tubuh manusia bernilai lebih mahal daripada keselamatan manusianya sendiri.
Di balik layar industri medis global, ada pasar gelap organ tubuh yang tak bisa diremehkan. Liver, ginjal, kornea, bahkan jantung—semua bisa dijual. Asal ada pasokan. Asal ada tubuh. Dan siapa yang paling mudah dipotong? Mereka yang tak punya dokumen, tak punya perlindungan hukum, dan tak akan dicari kalau hilang.
Dan itulah mereka—warga dari negara-negara padat, miskin, dan dikhianati oleh sistemnya sendiri.
Teori Konspirasi? Atau Kenyataan Pahit?
Mungkin ada yang akan bilang ini teori konspirasi. Tapi angka dan laporan menunjukkan sesuatu yang lain.
- Menurut WHO, perdagangan organ ilegal menyumbang sekitar 10% dari seluruh transplantasi organ di dunia.
- Banyak kasus imigran gelap ditemukan tewas secara misterius di luar negeri, tanpa organ tubuh lengkap.
- BBC dan Al Jazeera pernah merilis investigasi soal jaringan perdagangan organ yang melibatkan oknum medis dan militer di negara-negara maju.
- Indonesia sendiri pernah terseret dalam skandal jual-beli ginjal, dengan korban dari kalangan buruh migran.
Apakah semua ini hanya kebetulan? Atau… apakah sistem dunia secara diam-diam sedang menukar jiwa miskin dari negara dunia ketiga dengan hidup baru bagi orang kaya di dunia pertama?
Negeri Kaya, Tapi Anak-Anaknya Lari
Ironi terbesar dari semua ini adalah: negara-negara tempat warganya kabur adalah negara kaya. Kaya tambang, minyak, laut, rempah, bahkan pariwisata. Tapi rakyatnya hidup seperti pecundang global.
Mengapa? Karena kebijakan politik yang timpang. Korupsi struktural. Sumber daya dikeruk habis untuk kepentingan segelintir orang. Yang kaya makin kaya, yang miskin… dijadikan tenaga murah, atau, lebih tragis lagi, komoditas tubuh.
"Kabur" adalah Gejala, Bukan Masalah Utama
“Kabur aja dulu” adalah tanda bahwa negara ini sedang sekarat dari dalam. Ia bukan akar masalah. Ia adalah reaksi terakhir manusia ketika tidak diberi ruang untuk bertahan secara manusiawi.
Dan selama negara hanya sibuk dengan “branding” dan “event”, sambil membiarkan rakyatnya menjual nyawa di negeri orang, maka kabur akan terus jadi pilihan.
Apa Solusinya?
Kita harus bicara. Kita harus marah. Kita harus menulis ini di buku sejarah, supaya anak cucu tahu bahwa di masa ini, tubuh manusia bisa jadi sumber ekonomi global—selama ia berasal dari negara miskin.
Dan kita butuh:
- Negara yang mau mendengarkan rakyatnya, bukan cuma investor.
- Perlindungan total bagi pekerja migran, termasuk yang ilegal.
- Penindakan serius terhadap jaringan perdagangan organ.
- Edukasi dan sistem ekonomi yang tidak mendorong rakyat kabur, tapi pulang dan membangun.
> “Pasar organ dunia bukan sekadar soal kebutuhan medis, tapi juga mencerminkan relasi kekuasaan global—di mana tubuh orang miskin menjadi cadangan hidup bagi orang kaya.”
> “Donor organ dari negara berkembang tak jarang adalah korban—bukan relawan. Banyak dari mereka tak tahu apa yang mereka tanda tangani.”
“Negara yang gagal membuat rakyatnya merasa aman di tanah sendiri, tidak pantas disebut tanah air.”
Dan jika kamu sedang di luar negeri, membaca ini dari kamar sempit, dari tempat kerja penuh teriakan, dari pabrik bawah tanah… tahu satu hal: bukan kamu yang gagal. Sistem yang membuatmu kabur itulah kegagalannya.
> Organ tubuhmu bisa lebih dihargai saat kamu sudah mati di negeri asing, dibanding saat kamu masih hidup di negeri sendiri.
.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)
Komentar
Posting Komentar